Sejarah berdirinya Pondok Pesantren MIFTAHUL ULUM Tlogobedah Hulaan Menganti Gresik
1. Sejarah Berdirinya
Pondok Pesantren Miftahul Ulum berdiri pada
tahun 1967 M, di Dusun Tlogobedah Desa. Hulaan Kec. Menganti Kab. Gresik, yang
terletak 2 km dari kecamatan Menganti dan 10 km dari kabupaten Gresik. Dilihat
dari tahun berdirinya maka pondok pesantren Miftahul Ulum masuk dalam periode ke
empat atau pesantren modern, yaitu pesantren yang berdiri setelah Indonesia
merdeka. Pendirinya yaitu romo KH. Syahiduddin dan ibu nyai Hj. Masrihin,
sekaligus sebagai pengasuh Pondok Pesantren. Beliau Romo KH. Syahiduddin berasal
dari dusun Wonokoyo kecamatan Menganti yang hanyalah putra dari seseorang
petani dengan kehidupan sederhana, dan atas kemauannya sendiri beliau menempuh
ilmu dengan mondok di Mbah Kiai Syakur Ngelom Sepanjang Sidoarjo yang sekarang
bernama pondok pesantren An-nidhomiyah.[1] Kemauan tersebut dihina
oleh orang-orang sekitarnya dengan alasan “anak orang miskin saja bergaya mau
mondok”. Namun beliau tetap gigih untuk mondok disana, tidak lama ketika
mondok, Mbah Yai Syakur dawuh bahwa kiai Syahiduddin diperintahkan pulang
dengan alasan dalam penglihatan beliau, dikening kiai Syahiduddin terpancar
cahaya yang menandakan bahwa ilmunya telah lebih tinggi dari Mbah kiai Syakur
sendiri. maka kemudian beliau
melanjutkan perjalanan menuntut ilmunya ke pondok Waung Nganjuk yang sekarang
bernama pondok pesantren Raudlatul Muslimin. pada saat itu diasuh oleh Mbah kiai
Yasiin.[2] Tidak lama mondok disana Kiai
Syahiddudin telah menghafal alfiyah ibnu malik maka mbah kiai Yasiin
berkata “sekarang sudah haram bagimu untuk mencari rumput (angon suket)
rezekimu sudah dijamin sama Allah”. Karena ketawadhuannya hingga kemudian
beliau dijadikan menantu oleh Romo KH. Ma’ruf yang merupakan adik ipar dari
mbah kiai Yasiin, hal tersebut bukanlah alasan beliau dikemudian hari untuk
mendirikan sebuah pondok pesantren Miftahul Ulum. Namun saat itu menjadi awal
dimulainya perjuangan bersama ibu Nyai H. Masrihin. Setelah menikah, beliau
berdua pindah ke desa Wonokoyo kecamatan Menganti. Gresik, yang merupakan tanah
kelahiran dari KH. Syahiduddin. Disana mereka hanya menempati rumah kecil
dengan pekerjaan ibu Nyai Masrihin sebagai petani dan KH. Syahiduddin menjadi
guru berkeliling dari desa ke desa. Salah satunya dusun Tlogobedah desa Hulaan.
Karena kerja kerasnya terlihat oleh masyarakat dusun Tlogobedah. Hingga
kemudian masyarakat meminta KH. Syahiduddin untuk tinggal di dusun Tlogobedah.[3]
Tinggallah
KH Syahiduddin dan Ibu Nyai Hj. Masrihin di dusun Tlogobedah dengan keadaan
seadanya dan menempati rumah seluas 5 x 6 m2 yang juga digunakan
sebagai tempat mengaji. Seiring berjalannya waktu, warga sekitar yang mengaji
ke beliau semakin bertambah dan salah seorang warga menawarkan untuk membangun
pondok. Karena dukungan warga sekitar dibuatlah bangunan dengan ukuran 4 x 5 m
sebagai tembok awal berdirinya pondok pesantren. Namun pada saat itu masih
dikenal dengan sebutan pondok “Tlogobedah”. Ditempat itulah rutinitas belajar
ilmu agama berjalan dengan lancar dan dalam kondisi apa adanya sehingga ibu
nyai menceritakan kesulitan disaat itu.
“Jangankan untuk membeli tanah, sebagai guru
dengan gaji pas-pas untuk membeli air saja tidak bisa.”[4]
Meski
menghadapi keadaan yang begitu sulit mereka menghadapinya dengan sabar, tabah,
dan senantiasa bersyukur. Hingga kemudian H.Munawir mewakafkan tanahnya untuk
pesantren. Tanah itulah yang kemudian menjadi Mushollah. Sosok KH. Syahiduddin
juga dikenal sebagai kiai yang bisa mengatasi berbagai permasalahan kehidupan
dengan ilmunya. Sehingga banyak masyarakat yang meminta saran dan solusi kepada
beliau. Maka atas kebaikan beliau terhadap masyarakat, seiring berjalannya
waktu banyak masyarakat sekitar yang balas budi dengan ikut berkontribusi dalam
pembangunan dan pembebasan tanah untuk pesantren. kegiatan belajar mengajar
dapat berjalan dengan lancar di pondok pesantren tersebut yang masih dikenal
dengan sebutan pondok Tlogobedah. Hingga kemudian menurut kesaksian bapak Abdul
Karim sebagai santri generasi pertama beliau bercerita bahwa pernah diajak oleh
KH. Syahidudin sowan kepada gurunya. Dan gurunya tersebut memerintahkan
untuk membaca “ya fatah ya ilman” dari lafadh tersebut, kemudian
lahirlah nama “Miftahul Ulum”.
2. Sistem Pendidikan
Seiring berjalannya waktu pondok pesantren Miftahul
Ulum semakin berkembang dengan bertambahnya santri yang menimba ilmu. Namun
disaat itu kegiatan belajar mengajar masih sebatas mengaji dengan metode klasik
pesantren seperti sorogan, bandongan, pengajian pasaran, dan lain-lain.
Melihat kemajuan zaman, Gus Masrur sebagai putra ketiga KH, Syahiduddin
menyarankan untuk mendirikan sebuah sekolah formal demi kebaikan para santri
agar dapat mempelajari ilmu umum dan ilmu agama. Dengan berbagai pertimbangan
akhirnya permintaan tersebut disetujui oleh KH. Syahiduddin. Maka berdirilah
MTs Miftahul Ulum di tahun 1992, dan MA Miftahul Ulum di tahun 2000. Dan pada
tahun 2003 MTs MA Miftahul Ulum memiliki Gedung sendiri yang berjarak kurang
lebih 100m dari pondok Pesantren. Hingga saat ini sudah terdapat SDI Fullday
Miftahul Ulum, TK KB Miftahul Ulum, dan PAUD Miftahul Ulum yang berdiri ditahun
2016 untuk memenuhi kebutuhan para santri yang masih kanak-kanak. Sedangkan dibidang
pendidikan keagamaan terdapat Majlis Ta’lim, TPQ Miftahul Ulum, dan Madrasah
Diniyah Miftahul Ulum. yang merupakan hasil perkembangan sistem pendidikan
sejak awal berdirinya pesantren. Dari keseluruhan sistem pendidikan tersebut diikuti oleh santri kalong dan santri mukim.
[1] Farida Ulfah,
K.H. Badrus Sholeh dan Pondok Pesantren An nidhomiyah Ngelom Sepanjang
Sidoarjo, Digilib UIN Sunan Ampel, 1998, 36.
[2] Budi, Pesantren Miftahul Ulum Gresik, https://www.laduni.id/post/read/45274/pesantren-miftahul-ulum-gresik (diakses pada 6 Desember 2020)
[3] Wawancara,
pada 6 Desember 2020.
[4] Ibid.
Komentar
Posting Komentar